Rabu, 06 Januari 2010

Membentuk Usaha Mikro BERJAMAAH

Membentuk Usaha Mikro BERJAMAAH

Dalam ibadah ritual sholat, Islam mengajarkan bahwa sholat bersama-sama dalam
sebuah jamaah jauh lebih mulia daripada sholat yang dilakukan secara
sendiri-sendiri oleh masing-masing individu. Sholat yang dilakukan secara
individu bernilai ibadah satu, namun jika dilakukan berjamaah nilainya menjadi
27 untuk seorang individu, dan menjadi sinergi yang berlipat ganda sesuai
dengan jumlah individu yang ikut berjamaah. Ritual sholat tersebut,
melambangkan bahwa seuatu yang dilakukan dengan sinergi berjamaah hasilnya akan
memberikan nilai lebih bukan hanya kepada masing-masing individu, melainkan
juga kepada seluruh jamaah sebagai sebuah komunitas. Demikian pula dalam
meningkatkan kesejahteraan sebuah masyarakat, apabila dilakukan secara
berjamaah, maka akan memberi nilai yang jauh lebih berarti bagi sebuah kelompok
masyarakat.

Kekuatan dan vitalitas suatu kelompok masyarakat sangat bergantung kepada
kemampuannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap barang dan jasa bagi para
anggotanya dan masyarakat lainnya. Produksi dan distribusi barang dan jasa
menuntut sumber-sumber daya bukan saja keuangan, tetapi juga keahlian dan
manajemen. Tidak setiap orang dibekali sumber daya dengan suatu kombinasi
optimal. Oleh karena itu, mutlak menghimpun semua sumber daya yang tersedia
guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penghimpunan sumber-sumber daya
ini harus diorganisasikan dalam suatu cara yang saling menguntungkan atau
altuaristis dengan konsep kemitraan yang sejajar di antara masing-masing pihak.
Pada dasarnya kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika kaidah
saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dapat
dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat di antara para pelaku
kemitraan. Implementasi kemitraan yang berhasil harus bertumpu kepada persaingan
sehat dan mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan dalam persekutuan
usaha.

Dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan peluang berwirausaha bagi
seluruh masyarakat, sebagai pilar utama dalam pembangunan kesejahteraan sebuah
daerah, maka Pemerintah Daerah sebagai pemegang otonomi daerah, seharusnya
mampu membuat kebijakan yang dapat mengembangkan usaha skala mikro dan kecil,
selain membuka kesempatan kepada investor membangun usaha menengah dan besar di
daerahnya. Pendirian usaha mikro dan kecil yang padat karya akan membantu
penyediaan lapangan kerja produktif bagi semua anggota masyarakat sehingga akan
mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Dengan demikian, langkah penting yang
harus dilakukan Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan daerah untuk menuju
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang adil dan seimbang adalah dengan
memenuhi kesempatan bekerja dan berusaha secara optimal dengan memberdayakan
usaha besar dan kecil serta usaha mikro dan kecil dalam sebuah kondisi pasar
yang sehat dalam sebuah kemitraan terpadu.
Alternatif kemitraan dalam pemberdayaan kelompok usaha mikro dan kecil bukan
dimaksudkan untuk memanjakan atau pemihakan yang berlebihan, tetapi justru
upaya untuk peningkatan kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil sebagai pilar
dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Pembentukan kemitraan harus diawali di
antara para pelaku usaha mikro sebagai anggota kelompok dengan pola tanggung
renteng agar tercipta rasa kebersamaan di antara mereka dan rasa tanggung jawab
sosial. Hal itu akan menumbuhkan semangat pada masing-masing pelaku usaha mikro
dan merasa bahwa jika salah satu dari mereka tidak bekerja sebagaimana
mestinya, maka tindakan mereka akan merugikan anggota kelompok yang lain. Di
samping itu menjadi sebuah metode pengawasan melekat di antara anggota kelompok
sendiri untuk bersama-sama tidak melakukan hal-hal yang akan merugikan mereka
sendiri.

Satu kelompok pelaku usaha mikro dapat beranggotakan 10-20 pelaku usaha
dengan lokasi tempat tinggal yang tidak berjauhan satu dengan yang lainnya.
Agar kelompok terorganisir sebagai sebuah jamaah yang baik, maka perlu diangkat
pemimpin, sebagai imam, di antara mereka. Pimpinan dipilih dari anggota
kelompok yang terkemuka dan menjadi tauladan di tingkat komunitasnya.

Pembentukan kelompok dengan pola tanggung renteng diharapkan bisa membawa
kesadaran seorang individu pelaku usaha mikro dan atau kecil akan keterbatasan
dirinya kepada kemanfaatan atas kerjasama antar satu individu dengan individu.
Hal ini terjadi karena mereka di satu sisi menanggung bersama sebuah resiko,
tetapi di sisi yang lain dapat mengembangkan kemampuan dan keunikannya
masing-masing. Dalam metoda tanggung renteng, komunalisme ditransformasikan
menjadi kerja tim dengan kesadaran individual yang tinggi serta kesadaran
saling membantu yang tinggi pula. Bukan semata-mata, sama rata dan sama rasa
seperti sistem sosialisme.
Dengan membentuk kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dalam metoda tanggung
renteng, mengandung arti telah ikut memproses transformasi sosial kultural dari
masyarakat komunal menuju masyarakat individual yang berfungsi sosial, dalam
arti memiliki tanggung jawab sosial yang signifikan. Sebagaimana dalam sebuah
jamaah sholat, nilai utama yang diperoleh bukan hanya atas kelompok jamaah
saja, tetapi setiap individu jamaah juga mendapat nilai lebih jika mereka
melakukan seorang diri. Dengan demikian, tanggung renteng dimaksudkan dapat
menjadi alat untuk mencapai tujuan mewujudkan masyarakat sejahtera lahir bathin
berlandaskan iman taqwa yang tidak lepas dari paradigma pembangunan ekonomi
dengan menekankan kebersamaan yang bersandarkan pada kemanusiaan.

Manfaat pembentukan kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dengan metoda
tanggung renteng dalam Program Kemitraan dan bagi pribadi pelaku usaha tersebut
adalah bagi kepentingan pembangunan ekonomi makro adalah: Pertama,
Mengembangkan peran pelaku usaha mikro dan kecil sebagai salah satu pilar
ekonomi daerah secara lebih cepat; Kedua, Menciptakan rasa tanggung jawab
bersama di antara pelaku usaha; Ketiga, Mengamankan dana investor walaupun para
pelaku secara pribadi tidak mempunyai kolateral (jaminan) dan terjaminnya
keberlangsungan pemupukan modal di masa berikutnya; Keempat, Menciptakan kader
pimpinan di antara para pelaku usaha; Kelima, Menumbuhkan rasa memiliki dan
disiplin; Keenam, Menciptakan pelaku usaha yang tangguh dan berkualitas;
Ketujuh, Biaya untuk melakukan analisis pembiayaan bagi lembaga keuangan akan
menjadi lebih murah.

Di samping manfaat kepada pembagunan makro ekonomi, pembangunan usaha mikro
secara berjamaah juga memberikan manfaat bagi pribadi pelaku usaha mikro dan
kecil sebagai berikut: Pertama, Menciptakan rasa kebersamaan dan keterbukaan,
sehingga melahirkan rasa kekeluargaan; Kedua Menciptakan keberanian
mengungkapkan pendapat, mengoreksi pimpinan, belajar demokrasi, dan kontrol
otomatis; Ketiga, Menanamkan disiplin, tanggungjawab, rasa percaya diri, dan
harga diri pelaku usaha mikro dan kecil; Keempat, Mempersiapkan pelaku menjadi
pemimpin di masa depan; Kelima, Menumbuhkan rasa memiliki dan disiplin; Keenam,
Seluruh pelaku usaha dalam satu kelompok akan memperoleh layanan yang standar;
Ketujuh, Biaya analisis kredit yang lebih rendah dari lembaga keuangan akan
dapat menekan biaya produksi, sehingga memberi peluang untuk memperoleh labah
usaha yang lebih besar bagi pelaku usaha.

Perlu diingat, bahwa kelompok pelaku usaha ini bukan berbentuk Koperasi,
melainkan merupakan Kelompok Swadaya Masyarakat. Para anggota beberapa
kelompok, dapat mendirikan Badan Hukum Koperasi jika jumlah anggota melebihi 20
orang dan asset yang dimiliki telah mencapai kriteria tertentu yang disyaratkan
oleh perundang-undangan dan peraturan perkoperasian. Koperasi ini nantinya
dapat berfungsi sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berbentuk KBMT
(Koperasi Baitul Mal wat Tamwil) atau KSP (Koperasi Simpan Pinjam) Syariah.
Dengan demikian BMT yang belum mempunyai badan hukum (Koperasi), para
anggotanya dihimpun dalam kelompok-kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dengan
jumlah anggota maksimum 20 orang per kelompok.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar