Membentuk Usaha Mikro BERJAMAAH
Dalam ibadah ritual sholat, Islam mengajarkan bahwa sholat bersama-sama dalam 
sebuah jamaah jauh lebih mulia daripada sholat yang dilakukan secara 
sendiri-sendiri oleh masing-masing individu. Sholat yang dilakukan secara 
individu bernilai ibadah satu, namun jika dilakukan berjamaah nilainya menjadi 
27 untuk seorang individu, dan menjadi sinergi yang berlipat ganda sesuai 
dengan jumlah individu yang ikut berjamaah. Ritual sholat tersebut, 
melambangkan bahwa seuatu yang dilakukan dengan sinergi berjamaah hasilnya akan 
memberikan nilai lebih bukan hanya kepada masing-masing individu, melainkan 
juga kepada seluruh jamaah sebagai sebuah komunitas. Demikian pula dalam 
meningkatkan kesejahteraan sebuah masyarakat, apabila dilakukan secara 
berjamaah, maka akan memberi nilai yang jauh lebih berarti bagi sebuah kelompok 
masyarakat.
Kekuatan dan vitalitas suatu kelompok masyarakat sangat bergantung kepada 
kemampuannya memenuhi kebutuhan-kebutuhan terhadap barang dan jasa bagi para 
anggotanya dan masyarakat lainnya. Produksi dan distribusi barang dan jasa 
menuntut sumber-sumber daya bukan saja keuangan, tetapi juga keahlian dan 
manajemen. Tidak setiap orang dibekali sumber daya dengan suatu kombinasi 
optimal. Oleh karena itu, mutlak menghimpun semua sumber daya yang tersedia 
guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Penghimpunan sumber-sumber daya 
ini harus diorganisasikan dalam suatu cara yang saling menguntungkan atau 
altuaristis dengan konsep kemitraan yang sejajar di antara masing-masing pihak. 
Pada dasarnya kemitraan secara alamiah akan mencapai tujuannya jika kaidah 
saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan dapat 
dipertahankan dan dijadikan komitmen dasar yang kuat di antara para pelaku 
kemitraan. Implementasi kemitraan yang berhasil harus bertumpu kepada persaingan
sehat dan mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan dalam persekutuan 
usaha. 
Dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan peluang berwirausaha bagi 
seluruh masyarakat, sebagai pilar utama dalam pembangunan kesejahteraan sebuah 
daerah, maka Pemerintah Daerah sebagai pemegang otonomi daerah, seharusnya 
mampu membuat kebijakan yang dapat mengembangkan usaha skala mikro dan kecil, 
selain membuka kesempatan kepada investor membangun usaha menengah dan besar di 
daerahnya. Pendirian usaha mikro dan kecil yang padat karya akan membantu 
penyediaan lapangan kerja produktif bagi semua anggota masyarakat sehingga akan 
mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Dengan demikian, langkah penting yang 
harus dilakukan Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan daerah untuk menuju 
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat yang adil dan seimbang adalah dengan 
memenuhi kesempatan bekerja dan berusaha secara optimal dengan memberdayakan 
usaha besar dan kecil serta usaha mikro dan kecil dalam sebuah kondisi pasar 
yang sehat dalam sebuah kemitraan terpadu.
Alternatif kemitraan dalam pemberdayaan kelompok usaha mikro dan kecil bukan 
dimaksudkan untuk memanjakan atau pemihakan yang berlebihan, tetapi justru 
upaya untuk peningkatan kemandirian pelaku usaha mikro dan kecil sebagai pilar 
dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Pembentukan kemitraan harus diawali di 
antara para pelaku usaha mikro sebagai anggota kelompok dengan pola tanggung 
renteng agar tercipta rasa kebersamaan di antara mereka dan rasa tanggung jawab 
sosial. Hal itu akan menumbuhkan semangat pada masing-masing pelaku usaha mikro 
dan merasa bahwa jika salah satu dari mereka tidak bekerja sebagaimana 
mestinya, maka tindakan mereka akan merugikan anggota kelompok yang lain. Di 
samping itu menjadi sebuah metode pengawasan melekat di antara anggota kelompok 
sendiri untuk bersama-sama tidak melakukan hal-hal yang akan merugikan mereka 
sendiri.
Satu kelompok pelaku usaha mikro dapat beranggotakan 10-20 pelaku usaha 
dengan lokasi tempat tinggal yang tidak berjauhan satu dengan yang lainnya. 
Agar kelompok terorganisir sebagai sebuah jamaah yang baik, maka perlu diangkat 
pemimpin, sebagai imam, di antara mereka. Pimpinan dipilih dari anggota 
kelompok yang terkemuka dan menjadi tauladan di tingkat komunitasnya. 
Pembentukan kelompok dengan pola tanggung renteng diharapkan bisa membawa 
kesadaran seorang individu pelaku usaha mikro dan atau kecil akan keterbatasan 
dirinya kepada kemanfaatan atas kerjasama antar satu individu dengan individu. 
Hal ini terjadi karena mereka di satu sisi menanggung bersama sebuah resiko, 
tetapi di sisi yang lain dapat mengembangkan kemampuan dan keunikannya 
masing-masing. Dalam metoda tanggung renteng, komunalisme ditransformasikan 
menjadi kerja tim dengan kesadaran individual yang tinggi serta kesadaran 
saling membantu yang tinggi pula. Bukan semata-mata, sama rata dan sama rasa 
seperti sistem sosialisme. 
Dengan membentuk kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dalam metoda tanggung 
renteng, mengandung arti telah ikut memproses transformasi sosial kultural dari 
masyarakat komunal menuju masyarakat individual yang berfungsi sosial, dalam 
arti memiliki tanggung jawab sosial yang signifikan. Sebagaimana dalam sebuah 
jamaah sholat, nilai utama yang diperoleh bukan hanya atas kelompok jamaah 
saja, tetapi setiap individu jamaah juga mendapat nilai lebih jika mereka 
melakukan seorang diri. Dengan demikian, tanggung renteng dimaksudkan dapat 
menjadi alat untuk mencapai tujuan mewujudkan masyarakat sejahtera lahir bathin 
berlandaskan iman taqwa yang tidak lepas dari paradigma pembangunan ekonomi 
dengan menekankan kebersamaan yang bersandarkan pada kemanusiaan.
Manfaat pembentukan kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dengan metoda 
tanggung renteng dalam Program Kemitraan dan bagi pribadi pelaku usaha tersebut 
adalah bagi kepentingan pembangunan ekonomi makro adalah: Pertama, 
Mengembangkan peran pelaku usaha mikro dan kecil sebagai salah satu pilar 
ekonomi daerah secara lebih cepat; Kedua, Menciptakan rasa tanggung jawab 
bersama di antara pelaku usaha; Ketiga, Mengamankan dana investor walaupun para 
pelaku secara pribadi tidak mempunyai kolateral (jaminan) dan terjaminnya 
keberlangsungan pemupukan modal di masa berikutnya; Keempat, Menciptakan kader 
pimpinan di antara para pelaku usaha; Kelima, Menumbuhkan rasa memiliki dan 
disiplin; Keenam, Menciptakan pelaku usaha yang tangguh dan berkualitas; 
Ketujuh, Biaya untuk melakukan analisis pembiayaan bagi lembaga keuangan akan 
menjadi lebih murah.
Di samping manfaat kepada pembagunan makro ekonomi, pembangunan usaha mikro 
secara berjamaah juga memberikan manfaat bagi pribadi pelaku usaha mikro dan 
kecil sebagai berikut: Pertama, Menciptakan rasa kebersamaan dan keterbukaan, 
sehingga melahirkan rasa kekeluargaan; Kedua Menciptakan keberanian 
mengungkapkan pendapat, mengoreksi pimpinan, belajar demokrasi, dan kontrol 
otomatis; Ketiga, Menanamkan disiplin, tanggungjawab, rasa percaya diri, dan 
harga diri pelaku usaha mikro dan kecil; Keempat, Mempersiapkan pelaku menjadi 
pemimpin di masa depan; Kelima, Menumbuhkan rasa memiliki dan disiplin; Keenam, 
Seluruh pelaku usaha dalam satu kelompok akan memperoleh layanan yang standar; 
Ketujuh, Biaya analisis kredit yang lebih rendah dari lembaga keuangan akan 
dapat menekan biaya produksi, sehingga memberi peluang untuk memperoleh labah 
usaha yang lebih besar bagi pelaku usaha.
Perlu diingat, bahwa kelompok pelaku usaha ini bukan berbentuk Koperasi, 
melainkan merupakan Kelompok Swadaya Masyarakat. Para anggota beberapa 
kelompok, dapat mendirikan Badan Hukum Koperasi jika jumlah anggota melebihi 20 
orang dan asset yang dimiliki telah mencapai kriteria tertentu yang disyaratkan 
oleh perundang-undangan dan peraturan perkoperasian. Koperasi ini nantinya 
dapat berfungsi sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang berbentuk KBMT 
(Koperasi Baitul Mal wat Tamwil) atau KSP (Koperasi Simpan Pinjam) Syariah. 
Dengan demikian BMT yang belum mempunyai badan hukum (Koperasi), para 
anggotanya dihimpun dalam kelompok-kelompok pelaku usaha mikro dan kecil dengan 
jumlah anggota maksimum 20 orang per kelompok.
Penulis:  MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar